KESENYAPAN memenuhi
beranda layar telepon genggam pada Selasa (28/3) siang. Sedang kehebohan mulai
menjalar dari lapangan terbang, sekolahan dan jagat Instagram.
Kabar kedatangan bintang pesepakbola dunia dan bekas
gelandang klub Manchester United nomor punggung 7, nyaris menjadi hoaks
seandainya tak ada media sosial. David Robert Josehp Beckham mengumumkan kepada
warganet mengenai kehadirannya di Kota Semarang ditandai pengambilalihan Iphone
8 Plus warna gray miliknya oleh Sripun—nama lengkapnya Sri Kundati, 15 tahun,
saat ini duduk di kelas IX H SMP 17 Kota Semarang. Entah bagaimana Beckham
memanggilnya Sripun dan mengenalkan kepada 43,5 juta orang yang mengikutinya di
akun Instagram @davidbeckham.
Sripun memegang telepon genggam dengan dua tangannya lalu melontarkan
pertanyaan dalam bahasa Indonesia dengan logat Semarangan. “Apakah Kakak David perah dibully.” Lalu dijawab
Beckham, ” Yes, i was bullied when i was
young. I have been quiet.”
Itu adalah pengambilalihan kali kedua pada telepon genggam
senilai Rp 14 juta-an oleh Sripun setelah yang pertama di sekolah. Tema bully atau perundungan jadi isu sentral yang
menggerakkan Beckham ke Semarang untuk kali pertama bahkan seumur hidupnya.
Pesan penting Beckham kepada anak-anak itu adalah:
“Kamu seharusnya
bilang kepada guru atau orang tua (saat terjadi perundungan).”
“Setiap anak
seharusnya punya suara dan merasa aman (di sekolah).”
Pesan itu menunjukkan sifat kebapakannya. Ia tak ingin
anak-anak mengalami perundungan seperti dia saat masih muda dan hanya diam saja
menjadi korban. Menurut dia, sikap itu salah. Anak-anak harus bersuara. Dengan
itu, perundungan dilawan. Sebuah ajakan langka di tengah sistem pendidikan kita
yang masih menganggap anak-anak sebagai gelas kosong.
***
Keberadaan Beckham nyaris tak terendus dan terberitakan. Sosok
besarnya membuat apapun gerakannya di Ibu Kota Jawa Tengah ini kemedol untuk diberitakan. Pewarta berburu
aktivitasnya, tapi hanya sekelebat saja penampakannya. Ia sepertinya disembunyikan
dari mata lensa dan mata pena media lokal. Tak ada jadwal kedatangan-kepulangan
dan temu media. Sebuah hal yang memicu perdebatan.
Pada siang itu, kabar berseliweran di antara grup-grup WA
para pewarta. Cara paling mudah memeriksa kebenaran adalah mendatangi tempat
yang akan disinggahi.
Kabar itu benar. Tapi para pewara hanya jadi ‘penonton’. Tak
berada di ring satu. Media sosial telah menolong pewarta. Pada sore hari
selepas aksi blusukan itu, desas-desus keberadaan Beckham semakin santer. Tapi semuanya
bungkam. Bahkan ada pihak yang mengaku bertanggungjawab di tingkat lokal terang-terangan
mengembargo atau meminta penundaan penerbitan Beckham ke sejumlah redaksi media.
Cara ini lazim dipakai dalam kerangka kerja wartawan. Berita ditunda untuk
kepentingan lebih besar seperti soal keamanan. Pihak itu berjanji mencabut
embargo keesokan hari atau hari kedua. Hari terakhir kunjungan Beckham di
Semarang.
Tapi media sosial kadung tak terbendung. Kehebohan itu
menjalar ke ruang redaksi. Hasil swafoto warga di sekitar sekolah dan rumah
Sripun bocor ke media sosial. Komentar warganet bersahut-sahutan. Ada yang
bangga, takjub dan histeris. Kegantengannya membuat kaum hawa meleleh dan
berdecak.
Atas dasar itu, embargo diabaikan. Lebih dari itu, media sosial
kini jadi pesaing media mainstream. Riak-riak di media sosial salah satu bahan
baku pemberitaan dan media harus lebih dalam, lengkap dan mengonfirmasi setiap unggahan
yang viral.
Keesokan hari, media cetak yang terbit di Jawa Tengah memasang
berita kehebohan Beckham dengan sumber-sumber anonim. Pada hari kedua telah
terang apa yang tujuan Beckham dan kenapa ke Semarang. Apakah kepincut dengan makanan
khas Semarang, lumpia dan wingko babat?
Saya lalu memeriksa nomor telepon perwakilan UNICEF Indonesia
di Jawa. Untunglah masih tersimpan. Saya bertemu dalam sebuah acara di Semarang
beberapa bulan lalu. Dengan cepat dan tangkas—mungkin dia sudah stand by bakal ada yang menghubunginya—memberikan
nomor telepon petugas UNICEF Indonesia yang bertanggungjawab atas proyek Beckham
di Semarang. Dari sana mengalir deras informasi, foto dan video. Walaupun agak
telat, informasi itu mengakhiri perdebatan dan alasan utama Beckham ke Semarang
sejak Selasa (28/3/2018) sampai Rabu (29/3/2018). Ia sebenarnya sudah disuguhi
lumpia dan wingko pada hari kedua saat bertandang ke Balai Kota Semarang selama
25 menit. Tapi ia lupa memakannya!
Good bye, kakak David, sudah pernah dibully? Jangan diulangi ya!***
[Zakki Amali, juru tulis]
*CATATAN: Hak cipta dan hak milik semua foto dan video ada pada UNICEF.
Komentar
Posting Komentar