Oleh: Zakki Amali
Gairah menulis catatan perjalanan ibadah haji bakal
meningkat seiring kesadaran untuk bereksistensi melalui social media. Kemunculan aplikasi pertemanan di dunia maya mendorong
pengguna aktif untuk berbagi dinamika kehidupan yang dirasakan.
Ibadah haji adalah tangga terakhir dalam fase keislaman
seorang muslim, setelah melafalkan syahadat, menegakkan salat, membayar zakat,
dan berpuasa Ramadan. Maka, pada fase terakhir itu kisah perjalanannya akan
menggerakkan hati jika disebarkan dalam bentuk tulisan. Khususnya pengalaman
personalnya dalam lika-liku memperoleh kursi haji hingga berada di Tanah Suci.
Buku awal di Indonesia yang memuat pengalaman personal
ditulis oleh Haji Danarto dengan judul Orang
Jawa Naik Haji (1982). Diary
perjalanan spiritual itu dilukiskan secara lugas dan tegas oleh sastrawan yang
lekat dengan sufisme ini. Danarto antara lain mengenang pemondokan yang
diperoleh di Makkah memprihatinkan. Bersama 46 orang, dia ditempatkan dalam
empat kamar. Setiap kamar berukuran 6x8 meter. “Alamak, kaki bertemu kepala, kepala bertemu kaki,” begitu keluhnya.
Hanya ada satu WC untuk seluruh penghuni. Akibatnya WC
menjadi ruang multiguna. Selain kebutuhan MCK juga untuk mencuci pakaian dan
menaruh sayur mayur dan mencuci beras. Dalam aturan tak tertulis atau etika
calon jemaah haji, mengeluh adalah larangan. Sebab menandakan ketidakikhlasan
menjalani ketentuan Allah di Tanah Suci. Tetapi hati nurani Danarto tidak bisa
berbohong dan dituliskan secara gamblang di buku itu. Meski begitu, Danarto
berusaha menerima kondisi itu.
Kenakalan orang Jawa ini sulit dibendung di dalam lembaran
catatannya yang menurutnya merupakan buku pertama di Indonesia tentang
pengalaman orang naik haji (Nong Darol Mahmada, 2008: 92). Di perjalanan Haji,
dalam pengakuannya di buku Pergulatan
Iman yang disunting Nong itu, Danarto mengklaim merasakan pengalaman
spiritual luar biasa. Bagi seorang Jawa yang baru mengenal dan mempelajari
Islam secara utuh pada umur 27 tahun ini, ibadah haji mampu memperdalam
pemahaman keislamannya.
Di sekujur tubuh buku keluhan-keluhan itu terbaca bukan
sebagai bentuk kecengengan Danarto. Tetapi kejujuran mengabarkan peristiwa demi
peristiwa agar menjadi ibrah bagi pelayanan haji berikutnya. Pelayanan buruk lainnya
diterima juga ketika sampai di Mina. Bau kotoran manusia membaur dengan manusia
di padang gurun tandus. Amburadulnya manajemen pemondokan saat itu juga
digambarkan Danarto berupa pengelola yang diserahkan kepada seorang Syekh di
Arab Saudi .
Buku pengalaman haji lain yang menarik adalah Menikmati Naik Haji: Catatan Perjalanan
Seorang Peneliti (2013) karya Samsudi
Haris. Ilmuan politik ini naik haji pada 2010 lalu. Melalui buku Samsudin
sedikit tergiang dengan pengalaman Haji Danarto. Terutama terkait pemondokan.
Samsuddin yang naik haji berselang 28 tahun dari Haji
Danarto merasakan pemondokan yang lebih baik. Dia menempati kamar 4,5x6 meter
bersama lima jamaah lain. Di dalam kamar tersedia televisi 21 inci, pendingin
udara, serta kipas angin gantung. Kamar mandi dengan shower dan air panas
tersedia untuk setiap dua kamar. Kondisi yang sungguh kontras pada Haji
Danarto. Saat mengenang ini, Samsudiin mengulangi dalam beberapa lembar
tulisannya rasa syukurnya mendapat pemondokan yang lebih baik.
Kondisi yang lebih baik dalam perjalanan haji sebetulnya
juga disyukuri Haji Danarto yang terbang dengan burung besi. Jauh sebelumnya
terusan Suez dibuka dan kapal uap ditemukan pada akhir abad ke-18, jamaah haji
dari Nusantara menempuh waktu enam sampai tujuh bulan dengan kapal layar yang
mengandalkan kekuatan angin (Martin Van Bruinessen, 1995: 48).
Catatan lain tentang kondisi Makkah juga dituangkan oleh
berbagai tokoh Eropa. Christian Snouck Hurgronje yang menyaru sebagai Abdul
Gaffar mendatangi Makkah selama enam bulan 1884-1885. Tujuannya untuk observasi
pusat aktivitas umat Islam sebagai tindaklanjut dari kajiannya tentang Islam di
Leiden Belanda (Augustus Ralli, 2011: 290-291).
Augustus Ralli dalam buku Orang Kristen Naik Haji (2011) mencatat petualangan orang Eropa
selama abad ke-15 sampai abad ke-19. Sebanyak 16 tokoh dari Eropa telah
menyambangi Makkah mulai tahun 1503 oleh Ludovico Bartema sampai yang terakhir
dicatatnya pada tahun 1894 oleh Gervais Courtellemont yang memakai nama
Abdullah ketika di Makkah. Dari catatan para tokoh yang disajikan Augustus ini
terbaca perubahan sosio kuktural Tanah Suci dari masa ke masa.
Tradisi Literasi
Tradisi penulisan pengalaman haji tampaknya terus disambung
dengan berbagai cerita dan pernik kemanusiaan. Para pewarta haji juga menerbitkan
buku serupa tahun ini dengan judul Talbiyah
di Tanah Haram, Memoar Para Wartawan Haji. Berisi pengalaman personal
pewarta dan feature atau tulisan ringan yang menyentuh sisi kemanusiaan.
Kumpulan tulisan peliput haji ini kali pertama dibukukan. Sebelumnya
para pewarta haji ini tetap menulis laporan haji di media masing-masing. Kalau
pun tidak menjadi buku, para pewarta yang mendapat tugas meliput haji telah
menuliskannya dalam laporan khusus haji.
Tradisi pembukuan pengalaman haji ini menunjukkan satu
semangat lliterasi untuk menularkan gairah menggapai tangga terakhir dalam fase
keislaman. Di era social media,
pengalaman haji tahun ini akan tersebar lebih besar. Jemaah haji yang memegang
smartphone akan tergerak membagi foto-foto selama di Tanah Suci. Sehingga
semakin memupuk cita-cita naik haji bagi umat muslim.
Di luar kepentingan eksistensi di dunia maya, sebetulnya social media menyediakan ruang besar
untuk menuliskan pengalaman. Seperti dalam catanan di Facebook, kuliah Twitter dengan hashtag tertentu, sampai di blog
pribadi. Gelora spiritualitas yang membuncah selama di tanah suci akan mudah
dituangkan dalam bentuk tulisan, karena akan terus terngiang di alam sadar dan
bawah sadar jamaah haji. Terlebih pengalaman ini mampu dituangkan berkala akan
membuat pembaca tergerak hatinya menyiapkan diri memenuhi panggilan Allah.
Tulisan pengalaman haji yang telah dan akan dibuat tidak
hanya menjadi tanda sosial seorang haji, tetapi menjadi pintu masuk bagi orang
yang belum naik haji. Pengalaman adalah guru terbaik dan buku pengalaman haji
adalan panduan terbaik sebelum naik haji. []
*Digunting dari rubrik "Di Balik Buku", Jawa Pos, 6 Oktober 2013.
Komentar
Posting Komentar