Diplomasi Syal Batik



Tradisi penggunaan kain batik di negara tetangga, Malaysia, dipengaruhi oleh pengusaha dari Jawa. Dari Museum Terengganu Malaysia dikisahkan batik Negeri Jiran berkembang pesat dan mencapai kemajuan sebelum Perang Dunia II pecah. Ketika perang pecah kemerosotan industri batik terjadi di Pulau Jawa. Saat itulah pengusaha batik Jawa mulai membuka usaha di semenanjung Melayu, terutama di Terengganu dan Kelantan. Dari wilayah itu batik menyebar ke seluruh Malaysia.
Museum Terengganu Malaysia/foto Zakki Amali
Pada Oktober 2012 saya berkunjung ke museum yang berjarak tujuh jam perjalanan darat dari Kuala Lumpur ini melihat berbagai koleksi kain tradisional. Malaysia yang dulunya menyatu dengan Nusantara mendapat sentuhan produk kebudayaan dari kerajaan Sriwijaya. Contoh awal adalah penggunaan "Kain Pelangi" atau "Kain Bandhana" tanpa menggunakan lilin. Proses pembuatan batik di Malaysia sudah ada sejak zaman Sultan Zainal Abidin II (1794-1808 M). Motif utama saat itu adalah Kain Pelangi dari Che Minah Pelangi.
Batik Malaysia sekarang telah menembus pasa internasional dengan berbagai merek yang kalah bersaing dengan negara kita yang telah diakui batik sebagai warisan dunia asli Indonesia oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (Unesco). Namun sayang, seorang pengusaha batik pernah mengeluh kepada saya mengenai kesulitan menembus pasar Malaysia . “Izin pameran saja sulit, apalagi memasarkan,” katanya.
Pengusaha itu memprediksi jika bersaing bebas di Malaysia, batik Indonesia pasti berjaya. Pasalnya batik telah identik dengan Indonesia sebagai pembuat dan pewaris yang diakui dunia. Bahkan salah satu produk dari merek ternama di Malaysia menggunakan nama “Bengawan Solo”. Saya pikir ini ekspor batik dari Indonesia lalu dijual di Malaysia, ternyata tidak. Teman saya di Malaysia menjelaskan nama Daerah Aliran Sungai terbesar di Jawa itu hanya untuk merek saja. Nama ini mungkin juga terkenal berkat lagu “Bengawan Solo” karya almarhum Gesang yang telah diterjemahkan setidaknya ke-13 bahasa.
Kesempatan berada di Malaysia selama empat minggu saya pikir sia-sia jika tak memopulerkan kain batik yang bisa dipakai untuk kegiatan sehari-hari. Tiga buah baju batik saya bawa untuk dipakai selama berbagai acara dan kelas. Di Malaysia batik belum menjadi pakaian keseharian.  Batik dikenakan untuk forum formal.
Kesempatan berbatik tidak saya sia-siakan, hingga saat penutupan sebuah program pelatihan jurnalistik saya kenakan baju batik. Buah tangan untuk saling tukar antarpeserta pelatihan saya pilih syal batik tulis produksi seorang teman di Kabupaten Kudus Jawa Tengah. Awalnya saya lupa membawa, tetapi di tengah program saya meminta dikirim langsung dari Kudus ke Malaysia. Sebab, buah tangan diwajibkan untuk seluruh peserta.
Seingat saya saat tukar hadiah dengan cara diundi tiga syal batik tulis warna merah motif Menara Kudus mendarat di tangan teman dari Malaysia dan teman negara lain. Saya lupa namanya. Syal kecil dengan panjang satu meter setengah telah berpindah tangan. Kenangan dan nilai dari batik Indonesia juga telah ditransfer. Langsung atau tidak syal itu telah menjadi diplomasi budaya secara sederhana kepada negara tetangga yang juga punya tradisi berbatik.


Komentar

  1. hebat banget bro. Batik adalah warisan asli budaya indonesia yang harus dilestarikan, dengan batik bangsa indonesia bisa dikenal hingga luar negeri.batik tidak kalah dengan budaya asal mula perabadan manusia di dunia. saya mendukungmu....

    BalasHapus
  2. mangstab (lagi) :)
    saya yang pakai account @ihdaihda :)

    BalasHapus

Posting Komentar