Menuju "Pansus" Buku Skandal Century
zakki amali
Kasus Bank Cen1tury bergulir kian menggila. Spekulasi peredaran dana talangan sebesar Rp 6,7 M tiada habis dibincang. Fenomena teranyar adalah terobosan yang diakukan George Junus Aditjondro dengan menginvestigasi aliran dana lewat bukunya Membongkar Gurita Cikeas : Di Balik Skandal Bank Century. Sontak komentar bernada mayor maupun minor bertebaran membumbui peluncuran buku itu.
Buku yang baru seumur jagung tersebut banyak dibincang orang karena dengan berani mencoba menyibak kabut tebal aliran dana talangan. Secara garis besar buku itu berisi Bantuan Grup Sampoerna untuk Harian Jurnas, Pemanfaatan PSO LKBN Antara Untuk Bravo Media Center, Yayasan-yayasan yang Berafiliasi Dengan Ny Ani Yudhoyono, Pelanggaran-pelanggaran UU Pemilu oleh Caleg-caleg Partai, kemudian bagian akhir buku berupa kesimpulan dan sejumlah bahan referensi dan lampiran-lampiran.
Skandal Century tampaknya akan mengalami masa percepatan karena rasa penasaran yang kian meninggi. Arus pertanyaan terhadap kebenaran data yang diungkap deras mengucur dari publik. Jika tidak terpenuhi, rakyat akan bertindak sendiri menggalang kekuatan menuntaskan kasus. Aditjondro memberikan warning kepada pemerintah untuk segera menuntaskan kasus Century yang merugikan rakyat ini.
Buku Aditjondro memang menohok kekuasaan, seperti diformulasikan Munawir Aziz (Jawa Pos, 10/1) di ruang ini. Hingga sekarang tantangan Aditjondro untuk mengklarifikasi atau debat publik tidak pernah dijawab oleh penguasa dari Cikeas. Bahkan cenderung diam dan melontarkan statement yang ganjil, seolah membenarkan dugaan Aditjondro.
Gagalnya 'Perang'
Kisah buku ini tampaknya memasuki babak seru dengan adanya buku besutan Setiyardi bertitle Hanya Fitnah dan Cari Sensasi, George Revisi Buku dan Cikeas Menjawab! karya Garda Maeswari (nama asli Lilih Prilian Ari Pranowo). Angin segar sebelum buku ini terbit terdengar indah dengan andaian buku itu lahir sebagai tandingan dan klarifikasi. Namun kedua buku itu jauh dari harapan masyarakat.
'Perang' buku yang seharusnya terjadi dalam kasus Century hingga sekarang belum terjadi. Kedua buku itu hanya memenuhi aspek marketing atau potensi pemasaran saja. Jauh dari perang buku yang dibayangkan masyarakat. Buku pertama karya Setiyardi hanya diperuntuhkan untuk mendulang rupiah dan pembuka perusahaan cetaknya. Ia hanya menyelesaikannya dalam waktu satu hari dengan tebal 31 halaman. Orang yang telah membaca buku itu mengatakan bahwa karya Setiyardi tak ubahnya seorang resensator buku, hanya saja space-nya panjang dan disertai bantahan kecil menganai argumen yang digunakan Aditjondro.
Buku kedua karya Garda tak jauh beda dengan yang pertama. Meski terlihat agak lebih serius dibanding buku pertama, Garda tetap terjebak pada kepentingan pasar. Buku setebal 172 halaman ini diselesaikan dalam waktu empat hari. Secara garis besar buku ini berisi mengenai pandangan berbagai pihak yang tidak sependapat dengan Aditjondro, seperti politisi, ilmuwan, dan tokoh-tokoh nasional lainnya. Garda mengakui bahwa buku ini lahir untuk memberikan informasi yang berimbang kepada masyarakat pasca terbintya buku Aditjondro.
Meski keduanya tidak mengakui tidak ada campur tangan dari pihak Susilo Bambang Yudhoyono, buku tersebut tetap dinilai gagal dalam menyemai 'perang' buku. Perang buku mengandaikan adanya pertarungan intelektual dengan senjata karya berupa buku. Lahirnya buku-buku yang mengupas kejahatan dibalik kasus Centurygate ini merupakan langkag ilmiah pada ilmuwan mendedahkan kebenaran pada publik.
'Pansus' Buku
Dengan adanya buku tandingan perang buku beralih pada fase 'pansus' buku. Pansus buku mengandaikan adanya pertautan antar buku, dari buku ke buku untuk mencapai sebuah titik tertentu. Titik dalam pertautan buku dari kasus Century adalah pemecahan masalah dengan diketahuinya aliran dana serta mengembalikan hak-hak rakyat yang teraleanasi.
Pansus buku akan mendudukan masalah pada porsi yang sama. Pola-pola yang digunakan tidak lagi sporadis, melainkan tertata rapi. Pansus buku merupakan sebuah sistem demokrasi dalam peradaban buku. Buku dijajarkan sama untuk dibahas dengan alat analisa masing-masing.
Dengan pansus buku, cara-cara tandingan yang hanya mengandalkan tuturan akan tergantikan. Cara tutur atau memberikan komentar adalah hal yang tak abadi dan cenderung tendensius. Meski buku juga mempunyai tendensi tertentu, tetapi dalam masyarakat intelektual, buku merupakan bukti dan cermin intelektualitas seseorang. Sehingga tidak hanya muatannya saja yang disorot, kadar bobot validitas data, metode, referensi yang digunakan menjadi perhatian penting.
Buku-buku yang mendedah kasus Century akan dibedahdebatkan untuk mencari titik temu, silang pendapat atau saling melengkapi sehingga membuka pintu kasus yang sulit dibuka. Lewat pansus buku ini terekam jejak penyelesaian masalah dengan kadar intelektualitas yang tinggi. Buku yang nantinya akan membahas kasus Century ini akan menjadi pintu bagi siapa saja untuk memahami ataupun mendalaminya.
Masyarakat Cerdas
Gagasan pansus buku ini diharapkan menjadi loncatan pencerdasan kepada masyarakat. Masyarakat yang selama ini hanya melihat dari jauh penyelesaian Century dapat dilibatkan secara langsung. Masyarakat akan mengkomsumsi data informasi tentang Century yang tak mudah dicerna, karena tunggalnya nada buku. Untuk itu, buku penyeimbang laiknya sudah menjadi aganda mendesak yang harus direalisasikan.
Buku tunggal dan bernada sumbang terhadap kasus Century akan membutakan masyarakat pada apa yang sebenarnya terjadi di balik Century. Buku penandinglah yang akan menyeimbangkan informasi yang beredar dengan otoritas yang sebenarnya. Masyarakat akan menerima informasi yang utuh mengenai Century. Sehingga masyarakat akan menjadi entitas yang cerdas.
Masyarakat bukan tidak mungkin menjadikan momentum pansus buku ini sebagai lompatan bentuk-bentuk pencerdasan lainnya melalui peradaban buku. Pencerdasan kasus ini pada masyarakat tidak bertujuan untuk membebani nasibnya yang sudah tersakiti oleh Century, tetapi sebentuk medan uji peningkatan daya cerap masyarakat terhadap informasi dan pencerdasan massal.
Pansur buku Skandal Century sangat mungkin terwujud dengan adanya satu sumber atau buku klarifikasi dari pihak yang merasa terduduh dalam buku-buku sebelumnya. Momen inilah yang akan menghidupkan iklim demokrasi buku di negara ini. Buku dibalas dengan buku, bukan dengan memberangusnya. Tanpa buku pembanding yang cergas dan cerdas pemahaman masyarakat melalui jalur buku ini akan dipertahankan dengan memegang pengetahuan yang telah diperolehnya. Buku pembanding laik muncul.
Keberadaan pansus buku Skandal Century mempunyai muara yang sama yakni berakhirnya derita rakyat, sebagaimana peran Pansus Century di DPR RI yang tengah menunaikan tugasnya. Kini buku pemantik telah beredar, bagaimana dengan lakon buku pembandingnya?
digunting dari Jawa Pos/Di Balik Buku, 17 Januari 2010
zakki amali
Kasus Bank Cen1tury bergulir kian menggila. Spekulasi peredaran dana talangan sebesar Rp 6,7 M tiada habis dibincang. Fenomena teranyar adalah terobosan yang diakukan George Junus Aditjondro dengan menginvestigasi aliran dana lewat bukunya Membongkar Gurita Cikeas : Di Balik Skandal Bank Century. Sontak komentar bernada mayor maupun minor bertebaran membumbui peluncuran buku itu.
Buku yang baru seumur jagung tersebut banyak dibincang orang karena dengan berani mencoba menyibak kabut tebal aliran dana talangan. Secara garis besar buku itu berisi Bantuan Grup Sampoerna untuk Harian Jurnas, Pemanfaatan PSO LKBN Antara Untuk Bravo Media Center, Yayasan-yayasan yang Berafiliasi Dengan Ny Ani Yudhoyono, Pelanggaran-pelanggaran UU Pemilu oleh Caleg-caleg Partai, kemudian bagian akhir buku berupa kesimpulan dan sejumlah bahan referensi dan lampiran-lampiran.
Skandal Century tampaknya akan mengalami masa percepatan karena rasa penasaran yang kian meninggi. Arus pertanyaan terhadap kebenaran data yang diungkap deras mengucur dari publik. Jika tidak terpenuhi, rakyat akan bertindak sendiri menggalang kekuatan menuntaskan kasus. Aditjondro memberikan warning kepada pemerintah untuk segera menuntaskan kasus Century yang merugikan rakyat ini.
Buku Aditjondro memang menohok kekuasaan, seperti diformulasikan Munawir Aziz (Jawa Pos, 10/1) di ruang ini. Hingga sekarang tantangan Aditjondro untuk mengklarifikasi atau debat publik tidak pernah dijawab oleh penguasa dari Cikeas. Bahkan cenderung diam dan melontarkan statement yang ganjil, seolah membenarkan dugaan Aditjondro.
Gagalnya 'Perang'
Kisah buku ini tampaknya memasuki babak seru dengan adanya buku besutan Setiyardi bertitle Hanya Fitnah dan Cari Sensasi, George Revisi Buku dan Cikeas Menjawab! karya Garda Maeswari (nama asli Lilih Prilian Ari Pranowo). Angin segar sebelum buku ini terbit terdengar indah dengan andaian buku itu lahir sebagai tandingan dan klarifikasi. Namun kedua buku itu jauh dari harapan masyarakat.
'Perang' buku yang seharusnya terjadi dalam kasus Century hingga sekarang belum terjadi. Kedua buku itu hanya memenuhi aspek marketing atau potensi pemasaran saja. Jauh dari perang buku yang dibayangkan masyarakat. Buku pertama karya Setiyardi hanya diperuntuhkan untuk mendulang rupiah dan pembuka perusahaan cetaknya. Ia hanya menyelesaikannya dalam waktu satu hari dengan tebal 31 halaman. Orang yang telah membaca buku itu mengatakan bahwa karya Setiyardi tak ubahnya seorang resensator buku, hanya saja space-nya panjang dan disertai bantahan kecil menganai argumen yang digunakan Aditjondro.
Buku kedua karya Garda tak jauh beda dengan yang pertama. Meski terlihat agak lebih serius dibanding buku pertama, Garda tetap terjebak pada kepentingan pasar. Buku setebal 172 halaman ini diselesaikan dalam waktu empat hari. Secara garis besar buku ini berisi mengenai pandangan berbagai pihak yang tidak sependapat dengan Aditjondro, seperti politisi, ilmuwan, dan tokoh-tokoh nasional lainnya. Garda mengakui bahwa buku ini lahir untuk memberikan informasi yang berimbang kepada masyarakat pasca terbintya buku Aditjondro.
Meski keduanya tidak mengakui tidak ada campur tangan dari pihak Susilo Bambang Yudhoyono, buku tersebut tetap dinilai gagal dalam menyemai 'perang' buku. Perang buku mengandaikan adanya pertarungan intelektual dengan senjata karya berupa buku. Lahirnya buku-buku yang mengupas kejahatan dibalik kasus Centurygate ini merupakan langkag ilmiah pada ilmuwan mendedahkan kebenaran pada publik.
'Pansus' Buku
Dengan adanya buku tandingan perang buku beralih pada fase 'pansus' buku. Pansus buku mengandaikan adanya pertautan antar buku, dari buku ke buku untuk mencapai sebuah titik tertentu. Titik dalam pertautan buku dari kasus Century adalah pemecahan masalah dengan diketahuinya aliran dana serta mengembalikan hak-hak rakyat yang teraleanasi.
Pansus buku akan mendudukan masalah pada porsi yang sama. Pola-pola yang digunakan tidak lagi sporadis, melainkan tertata rapi. Pansus buku merupakan sebuah sistem demokrasi dalam peradaban buku. Buku dijajarkan sama untuk dibahas dengan alat analisa masing-masing.
Dengan pansus buku, cara-cara tandingan yang hanya mengandalkan tuturan akan tergantikan. Cara tutur atau memberikan komentar adalah hal yang tak abadi dan cenderung tendensius. Meski buku juga mempunyai tendensi tertentu, tetapi dalam masyarakat intelektual, buku merupakan bukti dan cermin intelektualitas seseorang. Sehingga tidak hanya muatannya saja yang disorot, kadar bobot validitas data, metode, referensi yang digunakan menjadi perhatian penting.
Buku-buku yang mendedah kasus Century akan dibedahdebatkan untuk mencari titik temu, silang pendapat atau saling melengkapi sehingga membuka pintu kasus yang sulit dibuka. Lewat pansus buku ini terekam jejak penyelesaian masalah dengan kadar intelektualitas yang tinggi. Buku yang nantinya akan membahas kasus Century ini akan menjadi pintu bagi siapa saja untuk memahami ataupun mendalaminya.
Masyarakat Cerdas
Gagasan pansus buku ini diharapkan menjadi loncatan pencerdasan kepada masyarakat. Masyarakat yang selama ini hanya melihat dari jauh penyelesaian Century dapat dilibatkan secara langsung. Masyarakat akan mengkomsumsi data informasi tentang Century yang tak mudah dicerna, karena tunggalnya nada buku. Untuk itu, buku penyeimbang laiknya sudah menjadi aganda mendesak yang harus direalisasikan.
Buku tunggal dan bernada sumbang terhadap kasus Century akan membutakan masyarakat pada apa yang sebenarnya terjadi di balik Century. Buku penandinglah yang akan menyeimbangkan informasi yang beredar dengan otoritas yang sebenarnya. Masyarakat akan menerima informasi yang utuh mengenai Century. Sehingga masyarakat akan menjadi entitas yang cerdas.
Masyarakat bukan tidak mungkin menjadikan momentum pansus buku ini sebagai lompatan bentuk-bentuk pencerdasan lainnya melalui peradaban buku. Pencerdasan kasus ini pada masyarakat tidak bertujuan untuk membebani nasibnya yang sudah tersakiti oleh Century, tetapi sebentuk medan uji peningkatan daya cerap masyarakat terhadap informasi dan pencerdasan massal.
Pansur buku Skandal Century sangat mungkin terwujud dengan adanya satu sumber atau buku klarifikasi dari pihak yang merasa terduduh dalam buku-buku sebelumnya. Momen inilah yang akan menghidupkan iklim demokrasi buku di negara ini. Buku dibalas dengan buku, bukan dengan memberangusnya. Tanpa buku pembanding yang cergas dan cerdas pemahaman masyarakat melalui jalur buku ini akan dipertahankan dengan memegang pengetahuan yang telah diperolehnya. Buku pembanding laik muncul.
Keberadaan pansus buku Skandal Century mempunyai muara yang sama yakni berakhirnya derita rakyat, sebagaimana peran Pansus Century di DPR RI yang tengah menunaikan tugasnya. Kini buku pemantik telah beredar, bagaimana dengan lakon buku pembandingnya?
digunting dari Jawa Pos/Di Balik Buku, 17 Januari 2010
Komentar
Posting Komentar