Oleh : Zakki Amali
Korupsi menyebabkan bangsa Indonesia bangkrut. Bangkrut dalam hal kepercayaan dan kehabisan dalil untuk meyakinkan rakyat bahwa kita benar-benar bersih. Praktik korupsi oleh sebagai oknum menjadi titik hitam yang membawa nama Indoneisia terpelanting naik pada daftar korupsi dunia Internasional.
Peringkat korupsi Indonesia di dunia termasuk besar. Setidaknya dapat dilihat dari indeks persepsi korupsi (IPK) di Indonesia serta banyaknya pejabat yang terjerat kasus korupsi. Transparency International melansir survei persepsi korupsi di Indonesia berada diurutan ke 143 dengan nilai 2,3. Skor Indonesia mengalami penurunan sebesar 0,1 dibandingkan IPK tahun 2006 (2,4). Dengan kata lain pemberantasan korupsi di Indonesia menurun. Sebagai catatan, semakin rendah indeks persepsi menunjukkan tingginya tingkat korupsi, demikian sebaliknya, dengan rentang indeks antara 0 (sangat korup) dan 10 (sangat bersih).
Dengan nilai IPK tersebut, negara kita masuk daftar negara yang dipersepsikan terkorup di dunia bersama dengan 71 negara yang skornya di bawah 3. Dalam peringkat dunia Indonesia tergolong lima besar, sementara di lingkup Asia menempati posisi kedua setalah Filipina.
Ini menjadi penanda bahwa praktik korupsi semakin tak terbendung. Pola-pola relasi kekuasaan menyumbangkan potensi korupsi tersendiri. Analisa ini dikemukakan oleh Lord Action dalam suratntya kepada Uskup Mandell Creighthon pada tanggal 3 April 1887, menghubungkan korupsi dengan kekuasaan. "Power tends to corrupt and absolute power corrupt absolutely". Bahwa kekuasaan cenderung korupsi dan kekuasaan absolut merupakan korupsi.
Analisa Lord membenarkan kekejaman yang telah menimpa Indonesia pada era akhir abad 20, dimana korupsi dengan latar belakang kekuasaan merajalela. Kekuasaan menjadi alat untuk meraup pundi-pundi rupiah demi keuntungan pribadi.
Sekarang pun kita dapat melihat kecenderungan untuk itu. Angket Century yang telah digulirkan tidak lepas dari potensi menjadi alat korupsi. Penumpang gelap selalu mengintai dan mencari peluang menjadikannya daya tawar dengan aktor dalam penggelapan dana talangan sebesar Rp 6,7 triliun. Hak angket menjadi panggung kekuasaan untuk mengoalkan masalah rakyat atau menjerumukannya. Potensi sikap korup ini dapat dilacak asalnya dari keberadaan rasio yang telah kehilangan nurani.
Berawal Dari Rasio
Manusia adalah mahluk yang berpikir. Ini membedakan antara mahluk satu dengan lainnya. Manusia beda dengan hewan, tetumbuhan, ataupun malaikat. Dalam terminologi arab manusia disebut sebagai "hayawan natiqa" (hewan yang berpikir). Rasio atau akal adalah sebuah kemuliaan yang berikan kepada manusia untuk digunakan sebagai alat pemroses kehidupan ini agar menjadi baik.
Kajian psikologi menunjukkan bahwa rasio menjadi motor penggerak prilaku manusia. Rasio dalam bahasan psikologi merupakan domain kognitif. Taksonomi Bloom menyebutkan tiga domian atau ranah yang ada dalam diri manusia, yakni, kognitif, afeksi (rasa), dan psikomotorik (karsa).
Muhibin Syah (2004) menjelaskan bahwa domain rasio atau kognitif merupakan sumber penggerak domain-domain berikutnya. Tanpa berpikir seseorang mustahil dapat merasa, menyerap, dan akhirnya bertindak. Dengan kata lain, pikiran mengendalikan adanya gerakan tubuh.
Ungkapan populer Rene Descrates "Cogito ergo sum". Aku berpikir maka aku ada. Mencerminkan kedalaman fungsi rasio dalam melahirkan karsa. Keberadaan kita berawal dari rasio. Wujud prilaku yang ditampilkan sehari-hari adalah gambaran dari apa yang ada pada rasio. Prilaku adalalah wujud rasio.
Dari rasio itulah prilaku-prilaku berasal. Praktik korupsi adalah sebentuk tindakan yang telah melalui sistem-sistem di dalam otak dan tubuh. Korupsi adalah tindakan sadar yang sangat merugikan.
Pembentukan pikiran korup bisa saja berasal dari lingkungan maupun dari dalam diri sendiri. Lingkungan hidup saat ini yang cenderung lebih mementingkan gaya hidup yang glamor dan mewah. Hal itu menjadi godaan-godaan untuk merengkuhnya dengan segala cara.
Habituasi pejabat pemerintah tidak bisa lepas dari lingkungan ini. Pejabat adalah kelas sosial tinggi yang membutuhkan jubah ekstra tinggi untuk mengimbangi status sosial yang disandangnya. Sesuatu yang aneh jika seorang pejabat tidak bergaya hidup mewah. Pengaminan pola ini pada pejabat akan berpotensi membuka dengan lebar kran korupsi.
Kekuasaan dan kesempatan untuk memperdaya rakyat dengan potensi itu sangat mungkin terjadi. Oleh karena adanya lingkungan semacam itu. Setenguh apapun prinsip hidup antikorupsi, akhirnya dapat tumbang juga. Arus angin godaan korupsi sangat besar, melampaui bekal mental dan keyakinan untuk mempertahankan prinsip idealnya.
Mempertebal Benteng
Benteng keyakinan adalah kunci rasio dan mental untuk menghalau godaan-godaan koruspsi. Internalisasi nilai pada rasio perlu ditekankan lebih dalam. Disiplin tinggi untuk mempertahankan diri agar tak terjerumus perlu dipertegas lagi.
Faktor psikologi yang memengaruhi di atas merupakan suatu jawaban untuk mengatasi praktik korup. Pola relasi lingkungan dan motivasi diri membentuk pola pikir, karakter, dan akhirnya prilaku manusia. Maka, perlu adanya pembalikan bentuk lingkungan yang selama ini 'salah' pada pribadi korup.
Lingkungan dan bentuk karakter diri memengaruhi rasio. Sehingga out put-nya linier dengan apa yang dipikirkan. Semangat untuk terus menebalkan benteng diri terhadap korupsi terus digelorakan. Disiplin diri menjadikan hal yang tidak mungkin menjadi bisa dilakukan. Kesulitan yang dihadapi dalam menghalau korupsi adalah cobaan untuk diri sendiri dalam menapaki derajat penghargaan diri.
Sikap acuh terhadap suara-suara yang menyudutkan laku 'kaku' tersebut harus ditegakkan. Memikirkan hal-hal yang tak perlu dalam langkah perbaikan diri merupakan langkah berikutnya yang harus ditempuh.
Dominasi Rasio
Titik tekan pada pemangkasan korupsi adalah pada rasio. Cara ini mengandaikan adanya dorongan keluar yang bersumber dari pribadi-pribadi yang kuat untuk menolak korupsi. Rasio adalah pintu gerakan tubuh. Awal tingkah laku berasal dari rasio. Dominasi rasio dilakukan untuk menimbun benih-benih pola pikir korup.
Dominasi nilai-nilai kebajikan pada rasio harus dilakukan. Sikap ajeg terhadap ini adalah syarat kesuksesan memangkas korupsi. Sesuatu yang 'banyak' akan mengalahkan yang 'sedikit'. Hukum ini berada pada tataran rasio. Instrumen diri, lingkungan dan dominasi merupakan jalan yang harus terus dipompa untuk memengaruhi rasio agar menolak korupsi.
dimuat Joglosemar/Opini (21/12).
Korupsi menyebabkan bangsa Indonesia bangkrut. Bangkrut dalam hal kepercayaan dan kehabisan dalil untuk meyakinkan rakyat bahwa kita benar-benar bersih. Praktik korupsi oleh sebagai oknum menjadi titik hitam yang membawa nama Indoneisia terpelanting naik pada daftar korupsi dunia Internasional.
Peringkat korupsi Indonesia di dunia termasuk besar. Setidaknya dapat dilihat dari indeks persepsi korupsi (IPK) di Indonesia serta banyaknya pejabat yang terjerat kasus korupsi. Transparency International melansir survei persepsi korupsi di Indonesia berada diurutan ke 143 dengan nilai 2,3. Skor Indonesia mengalami penurunan sebesar 0,1 dibandingkan IPK tahun 2006 (2,4). Dengan kata lain pemberantasan korupsi di Indonesia menurun. Sebagai catatan, semakin rendah indeks persepsi menunjukkan tingginya tingkat korupsi, demikian sebaliknya, dengan rentang indeks antara 0 (sangat korup) dan 10 (sangat bersih).
Dengan nilai IPK tersebut, negara kita masuk daftar negara yang dipersepsikan terkorup di dunia bersama dengan 71 negara yang skornya di bawah 3. Dalam peringkat dunia Indonesia tergolong lima besar, sementara di lingkup Asia menempati posisi kedua setalah Filipina.
Ini menjadi penanda bahwa praktik korupsi semakin tak terbendung. Pola-pola relasi kekuasaan menyumbangkan potensi korupsi tersendiri. Analisa ini dikemukakan oleh Lord Action dalam suratntya kepada Uskup Mandell Creighthon pada tanggal 3 April 1887, menghubungkan korupsi dengan kekuasaan. "Power tends to corrupt and absolute power corrupt absolutely". Bahwa kekuasaan cenderung korupsi dan kekuasaan absolut merupakan korupsi.
Analisa Lord membenarkan kekejaman yang telah menimpa Indonesia pada era akhir abad 20, dimana korupsi dengan latar belakang kekuasaan merajalela. Kekuasaan menjadi alat untuk meraup pundi-pundi rupiah demi keuntungan pribadi.
Sekarang pun kita dapat melihat kecenderungan untuk itu. Angket Century yang telah digulirkan tidak lepas dari potensi menjadi alat korupsi. Penumpang gelap selalu mengintai dan mencari peluang menjadikannya daya tawar dengan aktor dalam penggelapan dana talangan sebesar Rp 6,7 triliun. Hak angket menjadi panggung kekuasaan untuk mengoalkan masalah rakyat atau menjerumukannya. Potensi sikap korup ini dapat dilacak asalnya dari keberadaan rasio yang telah kehilangan nurani.
Berawal Dari Rasio
Manusia adalah mahluk yang berpikir. Ini membedakan antara mahluk satu dengan lainnya. Manusia beda dengan hewan, tetumbuhan, ataupun malaikat. Dalam terminologi arab manusia disebut sebagai "hayawan natiqa" (hewan yang berpikir). Rasio atau akal adalah sebuah kemuliaan yang berikan kepada manusia untuk digunakan sebagai alat pemroses kehidupan ini agar menjadi baik.
Kajian psikologi menunjukkan bahwa rasio menjadi motor penggerak prilaku manusia. Rasio dalam bahasan psikologi merupakan domain kognitif. Taksonomi Bloom menyebutkan tiga domian atau ranah yang ada dalam diri manusia, yakni, kognitif, afeksi (rasa), dan psikomotorik (karsa).
Muhibin Syah (2004) menjelaskan bahwa domain rasio atau kognitif merupakan sumber penggerak domain-domain berikutnya. Tanpa berpikir seseorang mustahil dapat merasa, menyerap, dan akhirnya bertindak. Dengan kata lain, pikiran mengendalikan adanya gerakan tubuh.
Ungkapan populer Rene Descrates "Cogito ergo sum". Aku berpikir maka aku ada. Mencerminkan kedalaman fungsi rasio dalam melahirkan karsa. Keberadaan kita berawal dari rasio. Wujud prilaku yang ditampilkan sehari-hari adalah gambaran dari apa yang ada pada rasio. Prilaku adalalah wujud rasio.
Dari rasio itulah prilaku-prilaku berasal. Praktik korupsi adalah sebentuk tindakan yang telah melalui sistem-sistem di dalam otak dan tubuh. Korupsi adalah tindakan sadar yang sangat merugikan.
Pembentukan pikiran korup bisa saja berasal dari lingkungan maupun dari dalam diri sendiri. Lingkungan hidup saat ini yang cenderung lebih mementingkan gaya hidup yang glamor dan mewah. Hal itu menjadi godaan-godaan untuk merengkuhnya dengan segala cara.
Habituasi pejabat pemerintah tidak bisa lepas dari lingkungan ini. Pejabat adalah kelas sosial tinggi yang membutuhkan jubah ekstra tinggi untuk mengimbangi status sosial yang disandangnya. Sesuatu yang aneh jika seorang pejabat tidak bergaya hidup mewah. Pengaminan pola ini pada pejabat akan berpotensi membuka dengan lebar kran korupsi.
Kekuasaan dan kesempatan untuk memperdaya rakyat dengan potensi itu sangat mungkin terjadi. Oleh karena adanya lingkungan semacam itu. Setenguh apapun prinsip hidup antikorupsi, akhirnya dapat tumbang juga. Arus angin godaan korupsi sangat besar, melampaui bekal mental dan keyakinan untuk mempertahankan prinsip idealnya.
Mempertebal Benteng
Benteng keyakinan adalah kunci rasio dan mental untuk menghalau godaan-godaan koruspsi. Internalisasi nilai pada rasio perlu ditekankan lebih dalam. Disiplin tinggi untuk mempertahankan diri agar tak terjerumus perlu dipertegas lagi.
Faktor psikologi yang memengaruhi di atas merupakan suatu jawaban untuk mengatasi praktik korup. Pola relasi lingkungan dan motivasi diri membentuk pola pikir, karakter, dan akhirnya prilaku manusia. Maka, perlu adanya pembalikan bentuk lingkungan yang selama ini 'salah' pada pribadi korup.
Lingkungan dan bentuk karakter diri memengaruhi rasio. Sehingga out put-nya linier dengan apa yang dipikirkan. Semangat untuk terus menebalkan benteng diri terhadap korupsi terus digelorakan. Disiplin diri menjadikan hal yang tidak mungkin menjadi bisa dilakukan. Kesulitan yang dihadapi dalam menghalau korupsi adalah cobaan untuk diri sendiri dalam menapaki derajat penghargaan diri.
Sikap acuh terhadap suara-suara yang menyudutkan laku 'kaku' tersebut harus ditegakkan. Memikirkan hal-hal yang tak perlu dalam langkah perbaikan diri merupakan langkah berikutnya yang harus ditempuh.
Dominasi Rasio
Titik tekan pada pemangkasan korupsi adalah pada rasio. Cara ini mengandaikan adanya dorongan keluar yang bersumber dari pribadi-pribadi yang kuat untuk menolak korupsi. Rasio adalah pintu gerakan tubuh. Awal tingkah laku berasal dari rasio. Dominasi rasio dilakukan untuk menimbun benih-benih pola pikir korup.
Dominasi nilai-nilai kebajikan pada rasio harus dilakukan. Sikap ajeg terhadap ini adalah syarat kesuksesan memangkas korupsi. Sesuatu yang 'banyak' akan mengalahkan yang 'sedikit'. Hukum ini berada pada tataran rasio. Instrumen diri, lingkungan dan dominasi merupakan jalan yang harus terus dipompa untuk memengaruhi rasio agar menolak korupsi.
dimuat Joglosemar/Opini (21/12).
Komentar
Posting Komentar